Posted by Arip Usman in PERISAI DIRI
PERISAI DIRI
Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri atau lebih dikenal dengan sebutan Perisai DiriPD atau merupakan organisasi Beladiri silat yang berasal dari Indonesia yang memiliki teknik beladiri yang digali dari kungfu shaolin dan 156 aliran silat Indonesia, di sari sedemikian rupa sehingga menjadi teknik beladiri paling efektif dan sesuai dengan anatomi
tubuh manusia. Dengan mempelajari Perisai Diri, selain memiliki skill beladiri, siswa juga akan memiliki karakter seorang ksatria yang berani, cakap, dan bermental baja. Dengan metode yang disesuaikan dengan kompetensi fisik masing-masing siswa, latihan beladiri bukan lagi menjadi penyiksaan fisik melainkan pembentukan tubuh, jiwa dan pikiran yang seimbang. Sejarah Perisai Diri
Pak Dirdjo (panggilan akrab RM Soebandiman Dirdjoatmodjo) lahir di Yogyakarta pada hari Selasa Legi tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan Keraton Pakoe Alam. Beliau adalah putra pertama dari RM Pakoesoedirdjo, buyut dari Pakoe Alam II. Sejak berusia 9 tahun beliau telah dapat menguasai ilmu pencak silat yang ada di lingkungan keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya di lingkungan daerah Pakoe Alaman. Di samping pencak silat beliau juga belajar menari di Istana Pakoe Alam sehingga berteman dengan Wasi dan Bagong Kusudiardjo.
Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama Soebandiman atau Bandiman oleh teman-temannya ini, merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah didapatkannya di lingkungan istana Pakoe Alaman itu.
Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu silatnya, pada tahun 1930 setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) atau sekolah menengah pendidikan guru setingkat SMP, beliau meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki. Tempat yang dikunjunginya pertama adalah Jombang, Jawa Timur.
Di sana beliau belajar silat pada Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainnya diperoleh dari Pondok Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, beliau juga bekerja di Pabrik Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya. Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, beliau kembali ke barat. Sampai di Solo beliau belajar silat pada Sayid Sahab. Beliau juga belajar kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo.
Beliau masih belum merasa puas untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan berikutnya adalah Semarang, di sini beliau belajar silat pada Soegito dari aliran Setia Saudara. Dilanjutkan dengan mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang. Rasa keingintahuan yang besar pada ilmu beladiri menjadikan Pak Dirdjo masih belum merasa puas dengan apa yang telah beliau miliki.
Dari sana beliau menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Di sini beliau belajar lagi ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosannya selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan silat Aceh.
Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuat beliau tidak bosan-bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal yang baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Beliau yakin, bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Beliau pun mulai meramu ilmu silat sendiri. Pak Dirdjo lalu menetap di Parakan, Banyumas, dan pada tahun 1936 membuka perkumpulan pencak silat dengan nama Eka Kalbu, yang berarti satu hati.
Di tengah kesibukan melatih, beliau bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), Yap Kie San namanya. Yap Kie San adalah salah seorang penerus ilmu beladiri ajaran Louw Djing Tie. Menurut catatan sejarah, Louw Djing Tie merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam dunia persilatan, Louw Djing Tie dijuluki sebagai Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Murid-murid penerus ajaran Louw Djing Tie di Indonesia mendirikan perguruan kungfu Garuda Emas.
Pak Dirdjo yang untuk menuntut suatu ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa lalu mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Yap Kie San selama 14 tahun. Beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat bakat Pak Dirdjo, Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.
Berbagai cobaan dan gemblengan beliau jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu silat dari Yap Kie San. Murid Yap Kie San yang sanggup bertahan hanya enam orang, diantaranya ada dua orang yang bukan orang Tionghoa, yaitu Pak Dirdjo dan Brotosoetarjo yang kemudian mendirikan perguruan silat Bima (Budaja Indonesia Mataram). Dengan bekal yang diperoleh selama merantau dan digabung dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima dari Yap Kie San, Pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu.
Setelah puas merantau, beliau kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro (Bapak Pendidikan) yang masih Pakde-nya, meminta Pak Dirdjo melatih di lingkungan Perguruan Taman Siswa di Wirogunan. Pak Dirdjo tidak begitu lama mengajar silat di Taman Siswa karena beliau disibukkan oleh pekerjaan sebagai Magazie Meester di Pabrik Gula Plered.
Pada tahun 1947 di Yogyakarta, Pak Dirdjo diangkat menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Seksi Pencak Silat yang dikepalai oleh Mochammad Djoemali. Dengan tekad mengembangkan silat, beliau mengajar di Himpunan Siswa Budaya, sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM (Universitas Gadjah Mada). Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya. Beberapa murid Pak Dirdjo saat itu diantaranya adalah Ir. Dalmono yang saat ini berada di Rusia, almarhum Prof. Dr. Suyono Hadi (dosen Universitas Padjadjaran Bandung), dan Bambang Bambang Mujiono Probokusumo yang di kalangan pencak silat dikenal dengan nama panggilan Mas Siwuk.
Tahun 1954 Pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Propinsi Jawa Timur di Surabaya. Murid-murid beliau di Yogyakarta, baik yang berlatih di UGM maupun di luar UGM, bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh Ir. Dalmono.
Tahun 1955 beliau resmi pindah dinas ke Kota Surabaya. Di Surabaya, Pak Dirdjo kembali mengembangkan ilmu silat dalam kursus-kursus silat di lembaganya. Di sinilah, dengan dibantu oleh Imam Ramelan, beliau mendirikan Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI DIRI pada tanggal 2 Juli 1955.
Para muridnya di Yogyakarta pun kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai silat Perisai Diri. Di sisi lain, murid-murid perguruan silat Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh Pak Dirdjo masih berhubungan dengan beliau. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang, namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah. Murid-murid Pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini (tahun 2008) masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bisa dijumpai di kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.
Pengalaman yang diperoleh selama merantau dan ilmu silat Siauw Liem Sie yang dikuasainya kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Dengan motto "Pandai Silat Tanpa Cedera", Perisai Diri diterima oleh berbagai lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.
Tanggal 9 Mei 1983, RM Soebandiman Dirdjoatmodjo berpulang menghadap Sang Pencipta. Tanggung jawab untuk melanjutkan teknik dan pelatihan silat Perisai Diri beralih kepada para murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air dan beberapa negara di Eropa, Amerika dan Australia. Untuk menghargai jasanya, pada tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pendekar Purna Utama bagi RM Soebandiman Dirdjoatmodjo.
Materi Pendidikan dan Latihan
Tingkatan pesilat Perisai Diri dibagi dalam beberapa tingkatan yang masing-masing ditempuh dalam jangka waktu tertentu.
Tingkat Dasar -
Tingkat Dasar I dan II bertujuan untuk memperkenalkan tehnik Perisai Diri secara garis besar. Pada tingkat Dasar, siswa akan mempelajari :
Langkah dasar Perisai Diri.
Dasar dari sistem pertarungan Perisai Diri (Serang Hindar).
Perkenalan tehnik Serangan (Tangan, kaki dan badan)
Melatih arah terbaik dalam menghindari serangan lawan.
- Tingkat Keluarga -
Langkah dasar Perisai Diri.
Dasar dari sistem pertarungan Perisai Diri (Serang Hindar).
Perkenalan tehnik Serangan (Tangan, kaki dan badan)
Melatih arah terbaik dalam menghindari serangan lawan.
- Tingkat Keluarga -
Tingkat Keluarga dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu tingkat putih, putih hijau, hijau dan hijau biru. Lambang tingkatan berupa warna yang diletakkan di badge pada seragam Perisai Diri. Pada tingkat inilah siswa akan mempelajari tehnik Perisai Diri lebih dalam. Yang akan dipelajari pada tingkat ini adalah:
Melatih kelincahan dan fleksibilitas gerak tubuh melalui tehnik asli Burung Mliwis.
Melatih kecepatan dan kelincahan melalui tehnik asli Burung Kuntul.
Melatih penggunaan tenaga badan melalui tehnik asli Burung Garuda dan Harimau.
Mengaplikasikan penggunaan tehnik Serang Hindar, Serang Balas dgn pedoman yg benar.
Aplikasi pembelaan diri.
Mempelajari senjata wajib: pedang dan thoya.
Mempelajari senjata tambahan spt: kipas, clurit, samurai, dsb.
Melatih kecepatan dengan target minimal 1 detik 2 gerak.
- Tingkat Pelatih -
Tingkat Pelatih dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu : Biru, Biru Merah, Merah dan Merah Kuning. Tingkat Biru dan Biru Merah disebut juga asisten pelatih internasional, sedangkan tingkat Merah dan Merah Kuning adalah pelatih internasional, yg berarti dimanapun ia berada, harus siap melatih silat Perisai Diri, baik di dalam ataupun di luar negeri. Yang akan dipelajari pada tingkat ini adalah:
Melatih pernafasan untuk meningkatkan tenaga (power expansion), penyaluran tenaga (power distrbution) dan pelepasan tenaga (power explotion).
Melatih pernafasan untuk meringankan tubuh.
Melatih tehnik yg telah dipelajari, namun dalam tahap mendalami dan menghayati ( 3 tingkatan dlm mempelajari tehnik : mempelajari, mendalami dan menghayati).
Mendalami dan menghayati pelajaran senjata.
Mendalami pedoman tehnik tingkat lanjut (papasan) dan penerapannya.
- Tingkat Pendekar -
Tingkat ini dibagi menjadi 2 tingkatan: Pendekar Muda dan Pendekar. Pada tingkat ini, akan dipelajari penghayatan tehnik dan penggunaan tehnik yang halus/lembut namun berakibat fatal bagi lawan.
Teknik Asli
Dalam silat Perisai Diri sebagian besar diambil dari aliran Siauw Liem Sie (Shaolinshi). Dengan kreativitas Pak Dirdjo, yang mirip hanyalah sikap awalnya saja, sedangkan gerakan maupun implementasinya sudah dijiwai oleh karakter pencak silat Indonesia. Hal ini yang menjadikan ilmu silat Perisai Diri mempunyai sifat unik, tidak ada kemiripan dengan silat yang lain. Disebut Asli karena mempunyai frame tersendiri, bukan merupakan kombinasi dari beberapa aliran silat. Teknik Asli dalam silat Perisai Diri diantaranya yaitu Burung Meliwis, Burung Kuntul, Burung Garuda, Harimau, Naga, Satria, Pendeta dan Putri.